Sabtu, 25 Juni 2011

ABU NAWAS MENGAJAR LEMBU SULTAN HARUNURRASYID MENGAJI QURAN

“Hai, Sahayaku,” titah Sultan Harunurrasyid pada suatu hari kepada seorang hambanya, “Pergilah engkau panggil Abu Nawas! Suruh dia datang menghadap aku pada hari ini juga!”
Maka hamba raja itu pun pergilah ke rumah Abu Nawas. Serta sampai, maka katanya, “Hai, Abu Nawas, Tuan hamba dipersilakan duli Yang Dipertuan datang ke istana.”
Tiada berapa lama antaranya hadirlah Abu Nawas di istana baginda Sultan Harunurrasyid. Maka sabda baginda kepadanya, “Hai, Abu Nawas, adapun engkau aku panggil menghadap ini, karena aku hendak minta kepadamu mengajar lembuku mengaji Quran. Jikalau lembu itu tiada tahu mengaji niscaya aku suruh bunuh engkau.”

Sembah Abu Nawas, “Baiklah, Syah Alam, mana titah Tuanku patik junjung di atas batu kepala patik.”

Setelah itu Abu Nawas pun menyembah, bermohon pulang, serta membawa lembu itu. Sesampai ke rumahnya, binatang itu pun diikatkannya pada batang kurma di belakang rumahnya serat-erat.

Setiap hari, datanglah Abu Nawas membawa sebuah cambuk rotan ke tempat lembu itu. Maka binatang itu pun dipukulnya, sampai setengah mati rupanya. Meskipun lembu itu sudah mau mengamuk, tetapi dipukul juga oleh Abu Nawas, sambil berkata, “Atau, atau, atau.” Perkataan itulah yang diajarkan Abu Nawas pagi dan petang kepada lembu itu, seraya memukul juga dengan tiada henti-hentinya. Dari pagi sampai pukul sebelas tengah hari dan dari pukul satu sampai pukul lima petang tiada lain pekerjaannya, melainkan mengajar lembu itu mengaji, sehingga ia tiada sempat lagi akan pergi menghadap baginda.

Setelah sampai setengah bulan lamanya, maka baginda pun menyuruh orang melihat pekerjaan Abu Nawas itu. Adakah dapat ia mengajar lembu itu atau tidak?

Demi hamba raja itu sampai ke rumah Abu Nawas, maka terdengarlah kepadanya perkataan Abu Nawas mengajar lembu itu. Tiada lain katanya melainkan “Atau, atau, atau” saja, serta dengan memukulnya. Sampai setengah mati lembu itu rupanya. Kemudian kembalilah hamba raja itu menghadap baginda.

“Mohon ampun ke bawah duli Syah Alam,” katanya, “Patik lihat Abu Nawas sedang mengajar lembu itu. Adapun lembu Tuanku itu diikatnya di belakang rumahnya, dipukulnya dengan cambuk rotan yang besar, hampir setengah mati rupanya. Jikalau tiada kuat talinya, niscaya mengamuklah lembu itu. Yang diajarkannya tiada lain patik dengar hanyalah tiga patah kata saja, yaitu, “Atau, atau, atau.”

Heran sungguh baginda mendengar perkataan hambanya itu. Maka sabda baginda, “Engkau panggil kemari Abu Nawas sekarang ini juga. Aku mau tahu, apa khabarnya aku punya lembu itu, sudah tahukah mengaji Quran atau belum?”

Tiada berapa lama antaranya Abu Nawas itu pun datang, lalu menyembah. Maka sabda baginda, “Hai, Abu Nawas, adakah engkau ajar lembu itu? Sudahkah tahu ia mengaji Quran atau belum?”

Sembah Abu Nawas, “Sudah tahu sedikit, ya, Tuanku Syah Alam.”
Sabda baginda, “Aku suruh lihat oleh orangku, maka katanya, tiada lain yang engkau ajarkan kepada lembu itu hanya tiga patah kata, atau, atau, atau juga. Apa artinya itu? Aku hendak tahu.”

Sembah Abu Nawas pula, “Ampun ke bawah duli Syah Alam! Arti atau, atau, atau itu jikalau tiada lembu itu mati, atau patik, atau Tuanku, atau jikalau tiada salah seorang mati tiada boleh senang patik ini! Sebab lembu itu sampai habis umurnya masa akan tahu mengaji Quran. Itulah sebabnya maka patik pukul, supaya ia lalu mati. Patik senang, habis pekerjaan patik ini. Atau patik mati, atau duli Syah Alam, atau salah satu, baru habis perkara lembu itu.”

Baginda tiada berkata-kata lagi. Dalam pada itu Abu Nawas pun bermohon diri pulang ke rumahnya.

“Baiklah,” kata baginda, “dan lembu itu boleh kauambil, atau kau jual, atau kau satai. . .”
“Terima kasih banyak-banyak, Ya, Tuanku Syah Alam,” kata Abu Nawas sambil menyembah sampai ke tanah kepalanya. Kemudian ia pun keluar dari istana dengan senang hatinya.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

web referer



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters