Senin, 13 Juni 2011

PUKUL MENJADI DINAR

Kata orang yang empunya cerita: pada keesokan harinya pergilah Abu Nawas ke dalam istana Sultan Harunurrasyid, lalu berkata-kata dengan amirulmukminin dengan suka citanya. Di dalam pada itu baginda pun berpikir dalam hatinya, “Adapun Abu Nawas ini bundanya sudah mati. Sekarang aku hendak mencoba kepandaiannya sekali lagi, aku hendak menyuruh dia membawa ibunya itu ke dalam istanaku ini. Jika datang ibunya itu, aku anugerahi dia seratus dinar.” Setelah itu sultan Harunurrasyid bersabda kepada Abu Nawas, “Hai, Abu Nawas! Bawalah ibumu pada esok hari ke dalam istanaku ini dan nanti aku beri engkau seratus dinar!”

Abu Nawas berpikir di dalam hatinya seketika, katanya, “Adapun sultan ini telah mengetahui ibuku  itu sudah mati. Sekarang ini disuruhnya pula aku membawa dia ke dalam istana!” kemudian maka sembahnya, “Baiklah, Tuanku! Esok harilah pagi-pagi patik bawa ibu patik itu ke dalam istana Tuanku.”

Setelah itu Abu Nawas bermohon pulang ke rumahnya. Serta sampai, lalu ia makan  dan minum. Kemudian keluarlah pula ia dari dalam rumahnya, berjalan ke segenap kampung, simpang dan lorong di dalam negeri itu. Adapun ia itu mencari seorang perempuan tua, hendak dibuat ibu angkat. Seketika juga Abu Nawas pun bertemulah dengan perempuan tua; ia tengah memasak makanan jualan. Dengan segera Abu Nawas pergi ke sebelah kiri perempuan tua itu, seraya katanya, “Hai, Ibu, pada hari ini bahwasanya aku mengaku ibulah pada engkau.”

Kata perempuan tua itu, “Apakah sebabnya engkau berkata demikian akan daku! Katakanlah olehmu hal itu kepadaku!” kata Abu Nawas pula kepadanya, “Hai, Ibuku! Adapun aku ini sudahlah mengaku ke bawah duli Syah Alam hendak membawa ibuku esok hari kepada baginda. Maka titah baginda itu kepadaku, “Jikalau benar engkau bawa ibumu itu ke dalam istanaku, aku akan beri ia seratus dinar.” Dari sebab itulah maka aku datang kepada ibuku ini, karena aku lihat ibu sangat susah mencari makan, dan terlalu susah. Sehari-hari membuat panganan akan dijual, berapalah dapat darinya harga apam ini! Jikalau ibuku mengaku anak padaku ini dan aku pun mengaku ibu kepadamu dan jika aku mendapat barang apa saja, akan aku bagi dua dengan dikau. Yang dijanjikan raja itu pun kita bagi dua juga, seorang lima puluh dinar. Uang itu bolehlah ibuku simpan dan akan bekal mati, bila datang ajal ibuku.”

Demi didengar oleh perempuan tua itu kata Abu Nawas demikian, maka katanya, “Baiklah. Aku pun menerimalah akan perkataan Anakku itu.”

Setelah itu Abu Nawas pun memberi suatu tasbih kepada perempuan tua itu, serta berpesan kepadanya, “Apabila datang ke istana sultan itu dan jika ia bertanya kepada ibuku, jangan sekali-kali ibuku jawab katanya itu, melainkan ibuku tetap memegang tasbih dan menghitung-hitung; jangan sekali-kali berhenti!”

“Baiklah, ya. Anakku.”

Tatkala Abu Nawas akan pulang ke rumahnya, ia pun berkata sekali lagi kepada perempuan tua itu, “Hai, Ibuku, pada esok hari jangan tiada ibuku datang kepadaku, supaya boleh aku dukung ke istana Sultan Harunurrasyid!”

Baiklah, ya, Anakku. Mudah-mudahan Tuhan memberi berkat kepada Anakku.”

Dan terutama kepada Ibuku . . .”

Syahdan pada esok harinya pagi-pagi sekali berjalanlah Abu Nawas masuk ke dalam istana menghadap sultan itu, lalu memberi salam kepada amirulmukminin. Maka salamnya itu pun disahuti oleh baginda, “Waalaikum salam, ya, Abu Nawas.”

Setelah itu baginda pun memandang kepada Abu Nawas. Bukan buatan takjub baginda melihat Abu Nawas mendukung seorang perempuan tua; maka titahnya, “Hai, Abu Nawas, siapakah yang engkau dukung ini? Inikah ibumu itu dan mengapa tinggi hari baru datang?”

Sembah Abu Nawas, “Adapun rumah ibu patik adalah jauh sedikit dari kampung orang. Ya, benar, Tuanku, inilah ibu patik, sangat tuanya dan lemah kakinya, sehingga ia tiada dapat berjalan; itulah sebabnya maka patik dukung dia ini.” Sambil berkata demikian, orang tua itu pun didukungnya di hadapan baginda.

Setelah duduk, maka ia pun mulai memegang tasbih serta menghitung, tiada berhenti tangannya menghitung itu. Maka baginda pun bertanya kepadanya. Tetapi perempuan tua itu tiada menjawab titah raja itu.

Dengan segera baginda bertitah kepada Abu Nawas, “Ada pun ibumu ini sangat biadab, lagi pula apakah yang dibilang-bilangnya itu dengan tiada berhenti-henti?”

Sembah Abu Nawas, “Ya, Tuanku Syah Alam, ada pun ibu patik itu suaminya sembilan puluh sembilan banyaknya, dan lagi ia pun hendak mencukupkan genap seratus bilangannya itu, Tuanku. Sebab itulah maka ia menghitung-hitung membilang-bilang, ya, Tuanku. Apabila ia berhenti, niscaya menjadi hilang pikirnya dan tiada dapat dicarinya yang kurang itu.”

Setelah berkata demikian ia pun undur dari penghadapan. Demi didengar oleh perempuan tua itu perkataan Abu Nawas tadi, lalu dibuangnya tasbih itu dari tangannya. Ia pun berdatang sembah di kaki amirulmukminin, katanya, “Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun patik ini, dari muda sampai tua begini hanya seorang suami patik, Tuanku. Sekarang ini menteri Tuanku itu membuat onar atas patik. Lagi pun dari hal patik datang dan katanya, tatkala patik hendak menghadap duli Tuanku. “Jika Tuanku bertanya kepada ibuku, jangan sekali-kali ibuku jawab pertanyaan itu. Tuanku boleh memberi dinar akan dikau. Dalam pada itu bolehlah kita bagi dua pemberian baginda itu, sebagian untukku dan sebagian lagi untuk ibuku. Itulah janji Abu Nawas dengan patik ini.”

Kalakian Sultan Harunurrasyid tertawa, seraya berkata kepada orang tua itu dan menyuruh memukul Abu Nawas seratus kali. Maka datanglah orang kepadanya. Kata Abu Nawas kepada orang itu, “Bawalah aku ke hadapan baginda dahulu.”

Maka dibawa oranglah ia ke penghadapan amirulmukminin. Sembah Abu Nawas, “Ya, Tuanku, hukum apakah yang Tuanku jatuhkan atas diri patik ini!”

Titah Sultan Harunurrasyid, “Karena engkau berjanji dengan daku hendak membawa ibumu kepadaku, aku pun berjanji pula akan memberi engkau seratus dinar. Sekarang ini tiada dapat engkau membawa ibumu itu kepadaku, sebab itu dapatlah engkau seratus kali pukul daripadaku.”

Sembah Abu Nawas, Ya, Tuanku Syah Alam! Adapun patik berjanji dengan perempuan ini; jikalau dapat kiranya kita seratus dinar dari duli Syah Alam, boleh kita bagi dua, lima puluh dinar seorang. Sekarang seorang dapat dera; karena dua orang yang salah, dua orang jua dipukul. Patik terimalah hukuman Tuanku ini, akan tetapi lima puluh seorang dengan perempuan tua ini.”
Demi didengar Sultan Harunurrasyid perkataan Abu Nawas itu, maka raja pun berpikir dalam hatinya, “Perempuan tua ini, jangankan lima puluh kali, barangkali sekali juga kena pukul tubuhnya itu niscaya tiadalah dapat berkata-kata lagi.” Setelah itu baginda pun memberi lima puluh dinar kepada perempuan tua itu, seraya bertitah katanya, “Lain hari, jikalau Abu Nawas datang kepada engkau berkata-kata, jangan sekali-kali engkau dengar perkataannya itu!”

Orang tua itu pun memandang kepada Abu Nawas dengan suka hatinya.

Sembah Abu Nawas, Ya, Tuanku Syah Alam! Ampun beribu-ribu ampun, jika ibuku itu telah mendapat anugerah dari Tuanku, tiadalah adil kiranya, apakah anaknya ini dilupakan saja.”

“Hum, ya terimalah pula bagianmu, “ ujar baginda dengan senyumnya, “Ini . . .”

Sekalian orang tertawa di dalam hatinya. Setelah sudah, maka Abu Nawas pun bermohonlah pulang ke rumahnya. Demikian juga perempuan tua dan orang sekalian yang hadir di penghadapan pada ketika itu pulang dengan perasaannya masing-masing.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

web referer



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters