Senin, 13 Juni 2011

TIPU DIBALAS DENGAN TIPU

Makin lama terasa dan nyata kepada Sultan Harunurrasyid, bahwa Abu Nawas sungguh-sungguh jenaka dan bijaksana, sehingga tiada dapat dipermain-mainkannya. Hal itu sangat membesarkan hati baginda, meskipun kadang-kadang tingkah laku Abu Nawas amat berlebih-lebihan, tiada mengingat dirinya dan derajat baginda. Oleh sebab itu baginda pun senantiasa mencari akal akan membalas . . . . kejenakaannya itu.

Suatu hari, pada permulaan bulan Rabiulawal baginda tersenyum-senyum simpul, seraya pikirnya, “Awas engkau Abu Nawas . . . !”

Sebagaimana biasa tiap-tiap tahun, pada dua belas hari bulan Rabiulawal sultan itu mengadakan maulud di dalam istana. Maka baginda pun menyuruh memanggil segala wasir dan menteri dan orang besar-besar dan anak raja-raja.

Setelah berhimpunlah mereka itu semuanya sultan itu pun menyuruh orang memanggil Abu Nawas pula. Setelah datang lalu Abu Nawas duduk pada suatu tempat. Baginda pun mengadakan maulud beramai-ramai.

Beberapa lamanya kemudian maka berdirilah sekalian orang itu. Tengah berdiri itu datanglah orang membawa bunga rampai dan air mawar. Masing-masing kena siram harum-haruman itu, hanya Abu Nawas juga seorang, kena siram air kencing.

Maka ia pun tahulah akan permainan Sultan Harunurrasyid kepadanya, diberdayakan oleh baginda dan segala wasir menterinya. Akan tetapi suatu pun tiada ada katanya, bahwa di dalam batinnya juga ia berkata, “Baiklahm Sultan! Sekarang engkau beri aku kuahnya, kelak kuberi pula engkau isinya!”

Setelah sudah perayaan maulud Nabi Salallahu alaihi wassalam itu, maka sekalian wasir menteri serta orang besar itu, masing-masing bermohon pulang ke rumahnya. Abu Nawas pun pulang juga.

Adapun selama Abu Nawas kena siram air kencing itu tiadalah ia masuk ke dalam lagi menghadap. Baginda menanti-nanti juga akan kedatangan Abu Nawas menghadap kepadanya, tetapi ia tiada kelihatan; padahal jika ada Abu Nawas di penghadapan, banyaklah kesukaan baginda. Ada-ada saja yang akan menyukakan hati Sultan Harunurrasyid itu diperolehnya, karena banyak kepandaian Abu Nawas di hadapan majelis itu. Maka baginda pun sangatlah rindunya akan Abu Nawas. Pada suatu hari sultan pun menyuruh orang memanggil Abu Nawas, tetapi ia tiada datang. Ia pura-pura sakit, mangkin sehari mangkin bertambah sakitnya itu. Dalam pada itu selalu juga suruhan baginda datang kepadanya.

Demi sultan mendengar sakit Abu Nawas itu tiada makan dan tiada minum lagi, bangun pun tiada dapat, berangkatlah baginda ke rumah Abu Nawas diiringkan oleh segala pegawai, karena baginda hendak melihat Abu Nawas sakit itu. Tatkala dilihat oleh Abu Nawas baginda sampai ke rumahnya, ia pun pura-pura memejamkan matanya seperti orang yang tiada ingat akan dirinya. Akan tetapi sebelum sultan datang itu, Abu Nawas telah menyuruh istrinya membuat obat makjun; dua biji dari makjun itu dibubuhnya tahi di dalamnya. Setelah baginda duduk di mukanya Abu Nawas pun makan makjun itu.

Maka titah baginda kepadanya, “Hai, Abu Nawas, apa yang engkau makan itu?”

Sembah Abu Nawas, “Inilah obat makjun, patik peroleh di dalam mimpi patik pada malam tadi. Bahwasanya datang seorang orang tua kepada patik ini, katanya, “Hai, Abu Nawas, ini obat makjun engkau telan. Apabila sampai dua engkau telan, niscaya hilanglah penyakitmu itu.”

Kalakian maka di dalam berkata-kata itu Abu Nawas pun sembuh dan hilanglah penyakitnya itu. Maka titah Sultan Harunurrasyid kepadanya, “Jikalau demikian aku pun mau juga makan obat makjun engkau itu.”

Sembah Abu Nawas, “Baiklah, Tuanku! Akan tetapi obat makjun ini, jika hendak memakannya, harus sambil berbaring, Tuanku, tiada boleh dimakan tengah duduk saja.”

Titah baginda pula, “Baiklah.”

Hatta baginda pun berbaringlah. Maka kata Abu Nawas, “Pejamkanlah mata Tuanku!”

Maka sultan pun memejamkan matanya. Dalam pada itu disuapilah baginda oleh Abu Nawas dengan makjun itu. Baru sekali disuapinya, terciumlah raja akan bau busuk, lalu baginda lekas-lekas bangun, seraya katanya, “Hai, Abu Nawas! Engkau beri makan apa aku ini?”

Sembah Abu Nawas, “Dahulu, Tuanku, patik diberi airnya. Sekarang ini patik beri pula Tuanku makan isinya. Jika tiada Tuanku beri patik dinar seratus, sekarang juga patik khabarkan Tuanku makan tahi.”

Demi didengar oleh Sultan Harunurrasyid kata Abu Nawas demikian itu, maka titah baginda kepadanya, “Diamlah engkau, jangan menceritakan kepada orang lain! Nanti aku beri engkau seratus dinar!”

Setelah itu baginda pun kembalilah dengan segala wasir menterinya itu, masing-masing pulang ke rumahnya.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

web referer



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
free counters