Tiada berapa lamanya
sesudah hal yang tersebut di atas itu, berjalan-jalanlah Abu Nawas ke kampung
orang Yahudi di dalam negeri Bagdad, lalu singgah ke rumah seorang Yahudi
kenalannya yang tengah bermain dana-dana. Setelah Abu Nawas memberi salam dan
duduk, diberikanlah oleh Yahudi itu kepadanya sebuah kecapi untuk dibunyikan.
Maka bermain kecapilah Abu Nawas, terlalu merdu bunyinya. Kemudian kecapi itu
pun diambil oleh Yahudi dari tangan Abu Nawas, lalu Abu Nawas disuruhnya menari
dana-dana. Abu Nawas pun menarilah. Setelah sudah bermain kecapi dan
menari-nari itu, maka Yahudi itu pun meminta kopi, karena mereka itu menurut
kebiasaan harus minum bersama-sama.
Maka dikeluarkan
oranglah kopi manis, lalu diberikan kepada tiap-tiap yang hadir itu semangkuk
seorang. Ketika Abu Nawas hendak minum dan mengangkat cangkirnya, ia ditampar
oleh Yahudi itu.
Rupanya Abu Nawas suka
saja hatinya. Serta diangkatnya pula cangkir itu sekali lagi beserta piringnya,
maka ia pun ditampar pula oleh Yahudi itu. Banyak sungguh Abu Nawas menerima
tamparan semalam itu. Sebab sekali angkat sekali tampar . . .
Setelah sudah minum-minum
kopi secara itu bermohonlah Abu Nawas hendak pulang ke rumahnya, karena hari
sudah pukul dua malam. Di tengah jalan Abu Nawas berpikir-pikir di dalam
hatinya, “Jahat sungguh perangai orang Yahudi itu. Main tampar saja! Minumnya
seperti binatang! Perangai yang demikian tak boleh dibiarkan saja di negeri
Bagdad ini! Aa, ada . . . suatu akal.” Dalam pada itu ia pun sampai ke
rumahnya.
Keesokan harinya Abu
Nawas pergi menghadap Sultan Harunurrasyid, lalu berdatang sembah, “Ya, Tuanku,
ada suatu permainan yang belum pernah patik lihat dimainkan orang di tempat
lain, terlalu ajaib sekali.”
Sabda baginda, “Di mana
tempatnya?”
Sahut Abu Nawas, “Di
tepi hutan ini, Tuanku.”
Sabda baginda pula,
“Mari kita pergi ke sana.”
Sahut Abu Nawas,
“Baiklah, Tuanku. Nanti malam ini Tuanku pergi bersama-sama dengan patik. Akan
tetapi Tuanku jangan membawa pengiring, biar patik seorang diri, jangan memakai
pakaian kerajaan, melainkan Tuanku pakai pakaian santeri saja.
Sabda baginda,
“Baiklah! Akan tetapi ingat, Abu Nawas, jangan kauperdayakan pula aku seperti
dahulu!”
Sahut Abu Nawas, Ampun,
Tuanku, mana titah patik junjung.”
Setelah sudah
sembahyang isya’, berangkatlah baginda ke rumah Yahudi itu diiringkan oleh Abu
Nawas. Ketika baginda sampai ke sana, kebetulan orang Yahudi itu tengah asyik
bermain dana-dana dengan beberapa orang temannya. Maka baginda pun dipersilakan
duduk oleh Yahudi itu. Kemudian diberikan oranglah kecapi kepada raja itu, lalu
dibunyikan baginda dengan merdu suaranya. Yahudi itu terlalu suka hatinya
melihat baginda pandai memetik kecapi. Setelah itu maka baginda dipersilakan
orang pula bermain dana-dana, tetapi baginda tiada mau, sebab irama gambusnya
tiada berat bunyinya. Orang Yahudi itu tiada peduli, melainkan memaksa baginda
bermain juga, serta menampar pipi baginda kiri-kanan.
“Apa boleh buat,” kata
baginda dalam hatinya, “Aku ini sudah diperdayakan pula rupanya oleh Abu Nawas
masuk ke dalam rumah ini.”
Maka menarilah juga baginda
sampai keluar peluh, basah bajunya.
Setelah sudah
bermain-main secara itu, maka disuruh keluarkan orang pula kopi. Demi dilihat
Abu Nawas hal yang demikian, ia pun pura-pura hendak pergi buang air, langsung
pulang ke rumahnya seraya berkata di dalam hatinya, “Biar dirasai raja tamparan
Yahudi itu, karena salah baginda sendiri jua, apa sebabnya baginda tiada
memperhatikan dengan mata sendiri keamanan negerinya, melainkan percaya saja
kepada menteri-menterinya.”
Tatkala baginda hendak
mengangkat cangkir kopi ke mulutnya, baginda pun ditampar oleh Yahudi itu. Maka
diangkat pula oleh baginda cangkir dengan piringnya, ia pun kena tampar sekali
lagi. Baginda diam saja. Kemudian dilihatnya Yahudi itu minum seperti binatang,
yaitu menghirup sambil tertawa-tawa. Maka kata baginda dalam hatinya, “Apa
boleh buat, karena kelengahanku! Apalagi aku seorang diri takut akan melawan
Yahudi sebanyak ini.” Setelah sudah minum itu, pulanglah baginda ke istana
dengan sakit hatinya.
Pagi-pagi hari, ketika
sultan sudah bangun dari tidurnya, dengan segera baginda menyuruh panggil Abu
Nawas. Setelah Abu Nawas datang menghadap, maka titah baginda kepadanya, ”Hai,
Abu Nawas, baik sekali perbuatanmu itu! Terima kasih! Engkau masukkan aku ke rumah
Yahudi itu dan engkau tinggalkan aku seorang diri, sedang aku diperlakukan
demikian itu!”
Sembah Abu Nawas,
“Patik mohon ampun ke bawah duli Yang Dipertuan! Adapun patik ini malam
sebelumnya telah mengalami demikian juga. Akan patik persembahkan ke bawah Syah
Alam, masa Tuanku percayai sembah patik yang hina ini. Sebab itu patik bawa
Tuanku ke sana, supaya Tuanku melihat sendiri perangai rakyat Tuanku yang tak
senonoh itu.”
Maka baginda pun tiada
berkata-kata lagi, karena betul perkataan Abu Nawas itu. Sebentar itu juga
baginda menyuruh panggil Yahudi itu. Setelah datang, maka titah baginda, “Hai,
Yahudi, apa sebabnya malam tadi engkau tampar aku? Dan lagi adat cara mana pula
engkau minum seperti itu? Cara binatang?”
Sembah Yahudi itu
dengan ketakutannya, “Ya, Tuanku Syah Alam, patik tiada tahu akan duli Syah
Alam. Jikalau sekiranya patik tahu, mana patik berani! Sebab itu patik mohon
ampun dari duli Syah Alam.”
Sabda baginda,
“Sekarang ini aku balas engkau punya perbuatan itu,” lalu disuruh baginda masukkan
Yahudi itu ke dalam penjara, dan mulai pada saat itu dilaranglah orang
bermain-main serta minum seperti binatang itu. Barangsiapa melanggar perintah
akan dibunuh.
Artikel Terkait:
KISAH ABUNAWAS
- ABU NAWAS DENGAN ORANG YAHUDI
- SEORANG MENTERI YANG LALIM
- ABU NAWAS MENGAJAR LEMBU SULTAN HARUNURRASYID MENGAJI QURAN
- ORANG MISKIN DENGAN KOLAM YANG DINGIN AIRNYA
- SEORANG SAUDAGAR DENGAN NAZARNYA
- ABU NAWAS MENJADI RAJA SESAAT SAJA
- ABU NAWAS DENGAN LUMPANG BATU
- ABU NAWAS AKAN DISEMBELIH
- TIPU DIBALAS DENGAN TIPU
- MENTERI SULTAN HARUNURRASYID BERTELUR
- PUKUL MENJADI DINAR
- ABU NAWAS SAKIT HENDAK BERSALIN
- ENAM EKOR LEMBU YANG PANDAI BERKATA-KATA
- ABU NAWAS MENJUAL SULTAN HARUNNURASYID
- ABU NAWAS DENGAN ANAK MESIR
- ABU NAWAS DENGAN BAPAKNYA
0 komentar:
Posting Komentar